Kerajaan Parigi Gowa

      Kapan munculnya kerajaan Parigi hingga kini belum diketahui kapan dan siapa raja pertama yang memerintah. H. Bahar Chandra, salah seorang tokoh masyarakat di Parigi, menceritakan, ada legenda masyarakat di Parigi, bahwa orang yang pertama memerintah di Parigi bernama Kare' Parigi. Tidak diketahui dari mana asalnya, tetapi menurut legenda, Kare' Parigi adalah Tumanurung yang kemudian diangkat menjadi raja di Parigi. Semenjak saat itu, semua raja yang memerintah di Parigi mendapat gelar Karaeng Parigi.
     H. Abdul Rauf daeng Nompo' Karaeng Parigi menambahkan, sebelum muncul nama Parigi, negeri itu dikenal dengan sebutan "Butta Turaya" atau negeri di bagian timur Gowa, juga ada yang menyebutnya "Butta Bukku" atau tanah gunung, karena memang wilayahnya yang terdiri dari pegunungan. Juga ada yang menyebutnya sebagai  "Raingang Romang" atau tanah yang berada di timur hutan. Butta Turaiya inilah yang sejak pertama kali dikenal, sistem pemerintahannya dipegang oleh seorang Kare'. Namun sayangnya, baik Kare' pertama maupun Kare' terakhir tak diketahui kapan memerintah dan siapa nama asli dari Kare' tersebut.
     Saat perang dengan Gowa, Karaeng Parigi pernah menyingkir ke Bajeng kemudian ke Tana Toraja. Atas kepergian Karaeng tersebut maka terjadi kekosongan pemerintahan, dan ia kemudian digantikan oleh Lo'mo' Manna daeng Nojeng, yang kemudian dilanjutkan oleh Baso daeng Ngago (Anrong Guru Tulembang). Sejak saat itu, Parigi sudah dikenal oleh orang luar semenjak ketika berbentuk kerajaan hingga menjadi sebuah distrik dan kemudian berubah menjadi kecamatan.
 
MASA PENJAJAHAN
     Pada masa pemerintahan Belanda belum dikenal nama Tinggimoncong, yang ada pada masa itu adalah sebuah perkampungan kecil seperti Buluttana, Manimbahoi, Jonjo, Gantarang dan lain sebagainya. Begitu pun nama Malino yang kini menjadi ibukota kecamatan Tinggimoncong, dulunya disebut sebagai Lappara' (datar). Karena wilayah tersebut merupakan tanah yang datar di wilayah pegunungan dan menjadi tempat yang sangat strategis untuk dijadikan wilayah pertahanan di bagian timur.
     Tahun 1910, Gowa sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Belanda kemudian menempatkan pejabatnya yang asli Belanda di Gowa dengan nama Controlleur atau masyarakat menyebutnya Tuan Petoro dan berkedudukan di Sungguminasa. Di Gowa saat itu dibagi 12 distrik, salah satunya adalah distrik Parigi, di mana kepala distrik pertama Parigi dijabat oleh I Rahim daeng Ngalle dengan gelar Karaeng Parigi, salah seorang pedagang hasil bumi asal Limbung tapi beristerikan orang Jonjo. Pada masa pemerintahannya, beliau membagi Distrik Parigi menjadi enam kampung gabungan, yakni:
  • Kampung Gabungan Jonjo terdiri dari lima kampung yaitu Jonjo, Baliti, Sicini, Tanete, dan Tonro' yang dikepalai oleh Anrong Guru Jonjo;
  • Kampung Gabungan Gantarang terdiri dari enam kampung yaitu Gantarang, Sanggiringang, Lembang Panai, Asana, Matanna, dan Patuku yang di kepalai oleh Karaeng Gantarang;
  • Kampung Gabungan Buluttana terdiri dari lima kampung yaitu Buluttana, Palangga, Pattapang, Bontolerung, dan Malino yang di kepalai oleh Karaeng Buluttana;
  • Kampung Gabungan Longka terdiri dari empat kampung yaitu Longka, Bilanrengi, Kalolo dan Padang Malullu yang di kepalai oleh Karaeng Longka;
  • Kampung Gabungan Manimbahoi terdiri dari empat kampung yaitu Manimbahoi, Barombong, Raulo, dan Sampeang yang di kepalai oleh Karaeng Manimbahoi;
  • Kampung Gabungan Sironjong terdiri dari dua kampung yaitu Sironjong dan Bulo yang di kepalai oleh Karaeng Sironjong.

     Sedangkan untuk Distrik Pao terdiri dari enam Gallarang yaitu Gallarang Pao, Gallarang Baringang, Gallarang Mamampang, Gallarang Tonasa, Gallarang Suka, dan Gallarang Balassuka.

     Di wilayah Gowa Timur terdapat 3 distrik, yakni distrik Parigi, Pao dan Borisallo. Belanda kemudian menempatkan pejabatnya di Malino, dengan jabatan "Asprant Controlleur dan Half Bestuur Assistant" (HBA).  Memasuki tahun 1962, baru lah muncul nama kecamatan, di antaranya kecamatan Tinggimoncong. Pemerintah daerah saat itu memberi nama Tinggimoncong karena sesuai dengan letaknya yang ada di puncak gunung Bawakaraeng. Kata Tinggimoncong berasal dari suku kata, yakni kata "Tinggi" yang berarti tinggi menjulang sementara kata "Moncong" berarti gunung. Jadi kata Tinggimoncong berarti Gunung yang Menjulang Tinggi.
     Baik pada masa pemerintahan Belanda maupun Jepang, beberapa wilayah kerajaan kecil di Tinggimoncong, tetap dihormati oleh Belanda sebagai suatu kerajaan. Akan tetapi dalam menjalankan roda pemerintahan, tetap mengacu pada aturan yang dibuat oleh pemerintah Belanda, seperti halnya raja Gowa selama sebelum dilantik, terlebih dahulu menandatangani perjanjian pendek (Korte Verklaring) yang menandakan mereka harus tunduk dan taat pada aturan yang dimainkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
 
DISTRIK PARIGI DAN PAO
     Ketika kerajaan Gowa di bawah pemerintahan Belanda, di Tinggimoncong dijadikan dua distrik, yakni Distrik Parigi dan Distrik Pao.
     Distrik Parigi meliputi 6 kampung gabungan, yakni Gantarang, Jonjo, Buluttana, Longka, Manimbahoi dan Sironjong.
     Distrik Pao meliputi 6 kampung gabungan pula, masing-masing kampung Baringeng, Tonasa, Pao, Suka, Balassuka dan Mamampang.
     Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang pembentukan Daerah Tingkat I, termasuk pembentukan Daerah Tingkat II Sulawesi Selatan dan Tenggara yang kemudian disusul Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara, maka pemerintahan Swapraja (Onder Afdeeling) diubah menjadi Daerah Tingkat II  (kabupaten) serta wilayah distrik diubah menjadi kecamatan sehingga terbentuk lah kecamatan Tinggimoncong yang beribukotakan Malino dan diorganisir pada tahun 1961.
 
KECAMATAN TINGGIMONCONG
     Sebagai bentuk tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 oleh gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara dan mengeluarkan SK nOMOR 1160/1961 tentang pembentukan Desa Gaya Baru. Sehubungan dengan itu, Bupati KDH Tingkat II Gowa mengeluarkan SK Nomor 45/AU/1961 tanggal 18 Desember 1964 dalam wilayah kecamatan di antaranya adalah kecamatan Tinggimoncong.
     Dalam perkembangan selanjutnya kecamatan Tinggimoncong ini dimekarkan menjadi kecamatan Tombolo Pao, yang dulunya adalah bekas distrik Pao.
     Dengan pemekaran itu desa atau kelurahan yang masuk Tinggimoncong adalah kel. Malino, kel. Gantarang, kel. Buluttana, dan desa Parigi, desa Sicini', desa Jonjo, desa Majannang, desa Bilanrengi dan desa Manimbahoi.
     Sedang desa yang masuk kecamatan Tombolo Pao adalah : Desa Kanreapia, desa Tonasa, desa Tamaona, desa Pao, desa Erelembang, desa Tabbing Jai, desa Mamampang dan desa Balassuka.
     Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kecamatan Tinggimoncong dimekar menjadi kecamatan Tinggimoncong dan kecamatan Parigi pada tahun 2005. Desa atau kelurahan yang masuk kecamatan Parigi adalah desa Sicini', desa Jonjo, desa Majannang, desa Bilanrengi dan desa Manimbahoi. Sementara pada kecamatan Tinggimoncong hanya tersisa desa Parigi yang berkedudukan di Saluttowa selain itu kel. Malino, kel. Gantarang dan ke. Buluttana. Dari kel. Gantarang, mekar pula kel. Garassi. Sementara itu mekar pula kel. Bontolerung dari kel. Buluttana, serta kel. Pattapang dari kel. Malino. Jadi kecamatan Tinggimoncong kini memiliki delapan kelurahan sementara kecamatan Parigi hingga kini tetap memiliki enam desa dengan pusatnya di desa Jonjo.
 
 
Jalanan menuju dusun Baliti' dan Balang (Sungai) Kunisi' yang merupakan salah satu tempat permandian Karaengta' Data, seorang bangsan Gowa yang tidak menyukai sikap Belanda dan menyingkir ke pegunungan. Di Baliti' ini pula terkenal laskar Tubarani yang bernama Takkang Bassina Baliti'
 
 
Jembatan yang menghubungkan kec. Parangloe melalui dusun Lebong desa Lonjo' Boko ke arah kec. Parigi via dusun Laloasa'

 

Alam pegunungan yang membentang dilihat dari ambang pintu selamat datang desa Sicini', daerah tertinggi di kecamatan Parigi

 
Salah satu pohon tua di Jonjo yang dulunya di lokasi pohon tersebut dulu digunakan sebagai tempat menempa para calon Tubarani atau tempat tersebut dikenal dengan nama Passaungang Tau'


Kec. Parigi Tempo Doeloe

 
Sumber :
1.  Syam, M. Ridwan; Tika, Zainuddin. 2006. "Malino Berdarah" Makassar, Pustaka Refleksi
 
Sumber Foto :
1. Pohon Beringin
>Buku Sejarah Parigi
2.  Parigi Tempo Doeloe

     Selain daripada itu, foto-foto asli milik penulis sendiri...

Komentar

Postingan Populer