Upacara Adat Balia, "Bagaimana Memandang dan Menyikapinya"

     Masih ingat kan, kawan-kawan dengan upacara adat ini? Banyak yang mengatakan karena upacara ini lah terjadi bencana di tanah Palu. Kali ini, saya ingin membahas mengenai apa itu upacara adat Balia, apa fungsinya, dan bagaimana proses pelaksanaannya.
     Upacara adat Balia adalah upacara tradisional yang dilakukan untuk mengobati orang yang sakit-sakitan. Secara etimologi, kata Balia berasal dari dua kata, bali dan ia yang artinya rubah dia. Siapa yang dimaksud dia? Tentu lah orang yang sakit itu.
     Jadi, seperti diketahui bahwa upacara adat Balia ini merupakan sebuah tradisi upacara yang dilaksanakan untuk mengobati orang sakit atau meminta keselamatan dari suatu malapetaka dengan berkomunikasi pada makhluk gaib. Balia sebagai sarana komunikasi dimaksudkan untuk meminta kepada kekuatan immateri (leluhur/makhluk gaib) agar dapat menolong dari malapetaka atau menyembuhkan penyakit yg di derita manusia tersebut.
     Dalam prosesinya ritual balia lazim dilakukan selama 3-4 hari dengan menyuapkan sesajen terdiri pulut warna-warni, telur, ayam dan kambing. Dimulai dengan syarat harus menyiapkan daun “go” (daun suci yg diyakini memiliki kekuatan) oleh seorang “bule” yg bertugas sebagai pendamping lima orang “sando dan tina nu balia” yang memimpin ritual balia. Daun go akan ditempatkan tepat di tengah arena balia yang diyakini menjadi kekuatan pengendali, prosesi balia diisi dengan nyanyian yang mengiringi tarian yg disebut dengan “Nondolu” dengan diiringi “gimba dan gong”.
     Nondolu dilakukan secara berputat dengan mengitari sesajen dan si sakit yang diikuti dengan prosesi menombak kaki kambing untuk diambil darahnya dan darah ayam. Prosesi ini nanti diakhiri dengan mandi ritual nompauradan menginjak api dari daun kelapa kering yg dibakar sbg simbol keyakinan akan kekuatan baru yg dimiliki si sakit setelah sembuh.
     Dalam pelaksanaannya adat balia pada masyarakat Kaili memiliki beberapa jenis dan tingkatan dalam pelaksanaannya dengan klasifikasi berdasarkan kelas sosial masyarakat yg mengalami persitiwa, situasi atau musibah yg terjadi. Adapun jenisnya :
  1. Balia Bone : adalah tingkatan terendah dalam rangkaian upacara balia yg dimaknai sebagai prajurit kesehatan terbanyak dan terbesar seperti tumpukan pasir (bone) yg sanggup memadamkan api, tingkatan balia ini diperuntukan bagi masyarakat bawah dengan jenis penyakit ringan. Dalam pelaksanaannya tdk membutuhkan waktu lama dan peralatan yg banyak dan biasanya hanya dipimpin satu orang sando.
  2. Balia Jinja : Balia yang dilakukan dengan gerakan melingkar (round dance) dengan melibatkan banyak orang mulai dari sandobale, si sakit dan diikuti dengan pengunjung yg hadir dengan mendendangkan secara bersama dondolu, dan rata2 mereka akan mengalami kesurupan.
  3. Balia Tampilangi : Diibaratkan sebagai adanya pasukan penyembuh yang bergerak cepat dari kayangan. Balia ini adalah kategori tingkatan tertinggi dengan kesakralan dan bernilai magis karena didalamnya termuat secara keseluruhan gerak dari Balia Bone dan Balia Jinja serta harus memenuhi syarat tahapan khusus dalam upacara penyembuhan dengan waktu pelaksanaan selama 3-4 hari dan tahapan pelaksanaan sebanyak dua bagian. Biasanya Balia Tampilangi diperuntukan bagi golongan bangsawan dengan memilih lokasi tertentu.
     Dalam pelaksanaan balia tidak lazim dilakukan di pesisir pantai karenn adat balia lazim dilakukan masyarakat pedalaman yang tinggal di wilayah dekat dengan sungai sebagai tempat yang dituju untuk pelaksanaan nompaura atau mandi bersih. Musik ritual Balia tdk lazim menggunakan “Lalove”.
     Prosesi adat Balia suku kaili diawali dengan berkumpulnya para pelaku di Bantaya dengan menyiapkan seluruh kebutuhan yang diperlukan dan menyepakati jenis balia yg akan dilakukan sesuai dengan jenis dan peruntukannya.
     Dalam kegiatan Festival Nomoni, ada indikasi kegiatan ritual balia tidak dilakukan secara proporsional sesuai tingkatan dan peruntukannya tetapi di campur aduk dengan mengacaukan esensi ritual tersebut sebagaimana mestinya.
Satu catatan yang menarik untuk di renungkan dlm ritual balia di Festival Nomoni bahwa pelaku yang memimpin ritual adalah mereka yang ditunjuk mewakili wilayah BalaroaPetobo dan Jono Oge padahal Ritual Baliadilaksanakan di Besusu.
     Ada baiknya Balia Tifak perlu di visualisasikan dalam ritual mungkin lebih baik di simbolkan dalam gerak tari sehingga lebih memberi makna terhadap nilai seni.
     Upacara Adat Balia di sebagian daerah Indonesia sendiri terutama di Kalimantan sendiri oleh suku Dayak dinamakan Beliatn (Belian: red) dan di Riau oleh suku Petalangan dinamakan Bulian. Alat dan bahan yang digunakan dalam upacara Bulian di Riau lebih banyak dan agak mirip dengan yang digunakan oleh suku Kaili.
     Persiapan upacara ini dimulai dengan musyawarah antara pemangku adat dengan keluarga pesukuan orang yang akan diobati. Musyawarah dilakukan untuk mencari kesepakatan apakah orang yang sakit tersebut akan diobati menggunakan dengan upacara Belian Biaso atau Bose. Setelah kesepakatan diperoleh, kemudian pemangku adat menyampaikannya kepada Monti Rajo(pemimpin puncak adat). Setelah itu, diadakan musyawarah lagi yang melibatkan orang-orang tertentu. Musyawarah ini disebut dengan musyawarah sekampung. Hasil musyawarah sekampung disampaikan kepada Tuo Longkap yang kemudian akan berunding dengan Pebayu untuk menentukan waktu pelaksanaan upacara yang tepat. Persiapan ini sama pula dengan sistem Bantaya oleh suku Kaili.
     Saya tidak akan banyak membahas mengenai bulia atau belian dari Kalimantan ataupun Riau dan hanya sebagian besarnya. Setelah ritual-ritual di atas, upacara belian dimulai dengan membunyikan ketobung. Saat itu, kemantan duduk bersila sambil dikerudungi kain dan membunyikan genta lalu membaca mantra. Selanjutnya, Kemantan sujud menyembah ke arah dian sambil membaca mantra.
     Seusai bersujud, Kemantan berdiri. Pada saat yang sama Pebayu menggelar tikar putih. Lalu Kemantan berjalan mondar-mandir di atas tikar dan mulai menari sambil melantunkan mantra. Pada saat ini, Kemantan berada dalam kondisi kerasukan (trance) akuan (makhluk gaib). Menurut kepercayaan, dalam kondisi kerasukan, kemantan sedang melakukan perjalanan melewati padang, mendaki gunung, dan sebagainya.
     Setelah sampai tujuan, Kemantan lalu meminta obat secara spiritual sesuai dengan tujuan upacara. Ritual ini dilakukan sambil terus diiringi dengan menari, membunyikan genta, dan mendendangkan mantra. Biasanya Kemantan memberi kode tertentu kepada pebayu agar membawa orang yang sakit ke tengah ruangan, lalu kemantan akan mulai mengobati dengan membacakan mantra atau meminumkan ramuan yang telah diberi doa.
     Sementara untuk bagian Kalimantan tepatnya di Penajam di mana suku Paser tinggal, Belian dinamakan “Nondoi”. Ini dilaksanakan 7 hari. Alat untuk persiapan mirip suku Petalangan. Bagi orang Dayak, nama upacara ini disebut Belian tapi prosesinya agak berbeda terutama Nondoi, mereka memandikan seraya merapal mantra bagi si sakit.
     Untuk upacara Balia ini, memang penting membedakan “memperagakan ritual” dengan “melakukan ritual”. Itulah yang sama maksudnya bahwa dalam konteks menjadi penting disosialisasikan. Perlu kesamaan persepsi dulu tentang Ritual yang dilakukan apakah sebagai peragaan (dalam konteks pentas seni) atau memang ritual secara subtansial.
     Perlu dilakukan sosialisasi konteks untuk pencerahan warga tentang adat balia suku kaili yang digunakan sebagai budaya dalam pelaksanaan palu nomoni. Perlu diingat rasionalisasi apapun yang dibangun dengan mengatasnamakan kepentingan budaya, eko, pendidikan, politik dan sebagainya harus diletakkan dalam bingkai dan standar nilai-nilai aqidah.
     Ditinjau dari perspektif hukum Islam pelaksanaan upacara penyembuhan penyakit adat Balia terbagi atas, petama makna dan simbol yang sesuai dengan syariat Islam yaitu, (1) persisapan jenis makanan, (2) Pohon tebu dan pisang dalam keadaan utuh ditanam sekitar tempat upacara adat (3) Parang (Taono) dan tampi (tombak) digunakan pada waktu menombak hewan korban (Moraro). Kedua Makna dan simbol yang tidak sesuai dengan syariat Islam yaitu, (1) Moraro Mempersiapkan hewan sebagai korban upacara dan menjadi sasaran tombak pada saat upacara adat Balia. (2) Syair vadi, yang digunakan sando sebagai bentuk pujian, doa-doa, atau permohonan kepada makhluk halus, roh leluhur atau dalam kepercayaan masyarakat etnis Kaili disebut dengan Anitu.

Komentar

Postingan Populer